Ta'dibiya
https://pppm.staisman.com/index.php/japi
<p class="mb-0 text-dark"><a href="https://pppm.staisman.com/index.php/japi/tadibiya"><strong>Ta'dibiya: Jurnal Agama dan Pendidikan Islam </strong></a>merupakan Jurnal agama dan pendidikan Islam yang mengetengahkan isu-isu penting dengan pendekatan disiplin ilmu dan khazanah intelektual di bidang agama, pendidikan dan Pendidikan Islam dari laporan hasil penelitian dan pengabdian yang masih orisinal dengan memperhatikan konsep keilmuan baik dari kalangan mahasiswa, guru, akademisi atau peneliti dari karya terbaik yang belum dicetak. Jurnal ini diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Agama Islam Syekh Manshur Pandeglang sebanyak 2 kali dalam setahun dengan e-ISSN <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/20210915171405619">2829-9116</a>, dan p-ISSN <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/20220609280832645">2962-939X</a>.</p> <p> </p>Staisman Pressid-IDTa'dibiya2962-939XREKONSRUKSI PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
https://pppm.staisman.com/index.php/japi/article/view/220
<p>This study aims to reconstruct Islamic educational philosophy in order to produce a philosophical framework that is more relevant and adaptive to the challenges of modernity. The research design uses a Qualitative-Philosophical approach and Library Research, critically analyzing primary and secondary sources related to Islamic educational philosophy and reconstructionism theory.</p> <p>The results of the analysis show that there is a fundamental philosophical gap in contemporary Islamic education, especially in the aspects of epistemology (the dichotomy of religious and general knowledge) and axiology (the imbalance of purpose orientation between the world and the hereafter). This gap hinders the formation of perfect human beings who are able to optimally carry out the function of khilafah in the global era.</p> <p>In response, this study proposes a New Philosophical Model: Transformational Tawhid Epistemology. This reconstruction model is based on three pillars: (1) Ontological Reconstruction, affirming humans as Integral Tawhid Beings who are balanced in their functions as 'abd and khalifah; (2) Epistemological Reconstruction, eliminating dichotomy by making Tawhid the vertical axis of integration of all sciences; and (3) Axiological Reconstruction, establishing the goal of education as the Formation of Prophetic Humans oriented towards Social Transformation and public problem solving (muslih).</p> <p>The conclusion of this study emphasizes the urgency of shifting the paradigm from education that merely passes on traditions to education that is proactive, critical, and oriented towards social change (prophetic). This reconstruction model is expected to become the theoretical basis for the development of a more comprehensive, integrative, and futuristic Islamic education curriculum and policy.</p> <p> </p> <p> </p> <p> </p>Ina Herlinawati
Hak Cipta (c) 2025 Ina
https://creativecommons.org/licenses/by/4.0
2025-10-012025-10-015211510.61624/japi.v5i2.220PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK DALAM MEMBENTUK KARAKTER RELIGIUS SISWA MADRASAH TSANAWIYAH SYEKH MANSHUR PANDEGLANG
https://pppm.staisman.com/index.php/japi/article/view/225
<p>Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan strategi <em>Cooperative Learning</em> dalam pembelajaran Akidah Akhlak serta menganalisis efektivitasnya dalam membentuk karakter religius siswa di Madrasah Tsanawiyah Syekh Manshur Pandeglang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan strategi <em>Cooperative Learning</em>—melalui model seperti Student Teams Achievement Division (STAD), Jigsaw, dan Think Pair Share—mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, memperkuat interaksi sosial positif, dan menumbuhkan sikap saling menghargai serta tanggung jawab dalam kelompok. Nilai-nilai religius seperti kejujuran, kerja sama, kedisiplinan, dan kepedulian sosial terinternalisasi secara alami melalui kegiatan kolaboratif yang berlandaskan ajaran Akidah Akhlak. Dengan demikian, pembelajaran Akidah Akhlak berbasis <em>Cooperative Learning</em> terbukti efektif dalam membentuk karakter religius siswa serta mendukung terciptanya budaya belajar yang humanis, partisipatif, dan berorientasi pada pembentukan akhlakul karimah.</p> <p> </p> <p> </p>Siti MarwiyahAri Hasan AnsoriSiti Jubaedah
Hak Cipta (c) 2025 Siti Marwiyah, Ari Hasan Ansori, Siti Jubaedah
https://creativecommons.org/licenses/by/4.0
2025-10-292025-10-2952162910.61624/japi.v5i2.225REKOGNISI NEGARA TERHADAP PENDIDIKAN PESANTREN PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2019: STUDI TENTANG IMPLIKASI TERHADAP KESETARAAN PENDIDIKAN ISLAM
https://pppm.staisman.com/index.php/japi/article/view/227
<p>Penelitian ini bertujuan menganalisis bentuk rekognisi (pengakuan) negara terhadap lembaga pendidikan pesantren pasca disahkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dan mengkaji implikasinya terhadap kesetaraan pendidikan Islam di Indonesia. Pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam tertua dan berciri khas (tradisional), secara historis kurang mendapat pengakuan setara dibandingkan jalur pendidikan formal lainnya. Lahirnya UU No. 18 Tahun 2019 menjadi tonggak penting dalam upaya rekognisi tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode kajian pustaka (<em>library research</em>) untuk menganalisis dokumen hukum, kebijakan, dan literatur akademik terkait. Fokus analisis mencakup pasal-pasal kunci dalam UU Pesantren yang mengatur pengakuan kelembagaan, kesetaraan lulusan, dan afirmasi pendanaan.</p> <p>Hasil penelitian menunjukkan bahwa UU No. 18 Tahun 2019 memberikan rekognisi legal formal yang kuat kepada pesantren, menempatkannya setara dengan jalur pendidikan nasional lainnya. Implikasi utamanya adalah terwujudnya kesetaraan pendidikan Islam melalui: (1) Pengakuan Ijazah/Syahadah Lulusan yang memungkinkan alumni pesantren melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi dan mengakses kesempatan kerja setara dengan lulusan sekolah umum; (2) Penguatan Tata Kelola dan sistem pendidikan pesantren, termasuk pengakuan terhadap kurikulum khas pesantren (<em>Tafaqquh fiddin</em>); dan (3) Pemberian Fasilitasi dan Afirmasi dari negara, seperti dukungan anggaran, yang sebelumnya menjadi kendala utama. Namun, implementasi UU ini juga menyisakan tantangan, terutama terkait harmonisasi kebijakan teknis di tingkat daerah dan menjaga kemandirian serta kekhasan pesantren dari potensi intervensi berlebihan oleh pemerintah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa rekognisi negara melalui UU Pesantren merupakan langkah progresif menuju integrasi dan kesetaraan penuh bagi pendidikan Islam di Indonesia.</p> <p> </p>Kosasih Kosasih
Hak Cipta (c) 2025 kosasih kosasih
https://creativecommons.org/licenses/by/4.0
2025-11-122025-11-1252304110.61624/japi.v5i2.227PENCEGAHAN RADIKALISME MELALUI REVITALISASI PONDOK PESANTREN
https://pppm.staisman.com/index.php/japi/article/view/230
<p>Radikalisme menjadi ancaman serius terhadap keutuhan bangsa dan kerukunan hidup bermasyarakat. Sebagai lembaga pendidikan agama Islam tertua di Indonesia, pondok pesantren (ponpes) memiliki peran strategis dan tanggung jawab moral dalam upaya pencegahan paham radikal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran ponpes sebagai benteng pertahanan ideologi dan merevitalisasi fungsinya untuk memperkuat ketahanan masyarakat terhadap radikalisme. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan (<em>library research</em>) dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Data dikumpulkan dari berbagai sumber seperti jurnal, buku, dan laporan penelitian terdahulu yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa radikalisme seringkali menyusup melalui pemahaman agama yang literal, eksklusif, dan intoleran. Ponpes, dengan karakteristiknya yang khas, memiliki modal kuat untuk menangkalnya, yaitu: ajaran yang moderat, nilai-nilai <em>ukhuwah</em> (persaudaraan), dan kepatuhan kepada <em>kiai</em> sebagai figur sentral. Namun, tantangan modernitas dan penetrasi ideologi transnasional menuntut ponpes untuk melakukan revitalisasi dalam beberapa aspek di antaranya kurikulum yang mengintegrasikan wawasan kebangsaan, pendidikan perdamaian, dan literasi digital kritis untuk melawan narasi radikal di dunia maya. Metodologi pengajaran yang mendorong pendekatan kontekstual dan dialogis dalam memahami teks-teks keagamaan, menggantikan metode doktriner, dan jejaringsosial yang memperkuat kolaborasi dengan masyarakat luas, pemerintah, dan lembaga pendidikan lain untuk membangun kesadaran kolektif tentang bahaya radikalisme. Revitalisasi ponpes bukan sekadar modernisasi fisik, melainkan penguatan kembali nilai-nilai moderasi Islam yang inklusif dan rahmatan lil 'alamin. Dengan memaksimalkan perannya sebagai pusat pendidikan karakter, ponpes dapat menjadi garda terdepan dalam mencegah radikalisme dan melahirkan generasi yang religius, cerdas, sekaligus mencintai tanah air.</p> <p> </p>Hidayat Mustafid
Hak Cipta (c) 2025 Hidayat Mustafid
https://creativecommons.org/licenses/by/4.0
2025-11-192025-11-1952425710.61624/japi.v5i2.230